Senin, 14 Juni 2010

KRITIK SASTRA PUISI “SENJA DI PELABUHAN KECIL” KARYA CHAIRIL ANWAR

Bobi Ardiansyah De Ans

senin,14 juni 2010

BAHASA KESEHARIAN TERBUNGKUS SERIBU MAKNA
………………………………………Tidak bergerak
Dan kini tanah dan air tidur hilang ombak

Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan
Menyusur semenanjung, masih pengap harap
Sekali tiba di ujung……………………………..

Dalam puisi SENJA DI PELABUHAN KECIL chairil anwar memberikan pilihan kata yang terlihat biasa dan terkesan kata-kata yang biasa digunakan dalam kesehariaannya. Tetapi pengarang membungkus kataskata dalam puisi tersebut dengan menggunakan bukan arti kata yang sebenarnya.terdapat pada kata gudang, rumah tua pada cerita, tiang serta temali, mempercaya mau berpaut kata-kata ini bermakna sebuah kedukaan. Oleh Chairil Anwar kata gudang dan rumah tua sebagai symbol sesuatu yang tak berguna seperti dirinya yang dianggap tiada berguna lagi. Kata ”mempercaya mau berpaut” merupakan sebuah harapan Chairil sebagai pengaran pada kekasihnya.
Kata kelam dan muram diungkapkan pengarang memberi kesan pada makna kesedihan yang dirasakan. Pengarang juga mencoba menggambarkan sebuah kebekuan perasaan dan jiwa dalam puisi ini lewat kata tanah dan air.
Seorang Chairil mampu menciptakan pilihan kata sebaik mungkin walaupun kata yang digunakan adalah bahasa percakapan, tapi lewat kata-kata tersebut mampu menghadirkan makna yang dalam. Namun ada kata yang tidak biasa diucapkan dalam kehidupan sehari-hari seperti kata akanan.
Chairil merupakan salah satu penyair yang tidak selalu terikat pada peraturan sehingga terkadang Chairil tidak pernah memperhatikan bunyi yang ada dalam puisinya. Chairil anwar berpendapat bahwa sebuah puisi adalah suatu kebebasan. Namun lain halnya dengan puisi ini chairil memperhatikan bunyi walau tidak terlihat secara mencolok.
Meskipun bahasa dalam puisi ini adalah bahasa percakapan sehari-hari namun dibalik kata-kata tersebut charily memberikan bahasa kias. Bahasa kias tersebut digunakan pengarang untuk memperdalam makna yang ada dalam puisinya.
....................................................
di antara gudang, rumah tua pada cerita
tiang serta temali. Kapal, perahu tidak berlaut
.........................................................
........Ada juga kelepak elang
............................................
dan kini tanah dan air tidur hilang ombak

Dari kutipan tersebut terlihat adanya bahasa metafora yangdigunakan pengarang untuk memperdalam rasa duka yang dirasakan. Ketidak berdayaan diungkapkan Chairil sebagai sebuah gudang, rumah tua, tiang, dan temali yang tiada berguna. Harapan pengarang kandas bagai kapal dan perahu yang tidak melaut karena menghempaskan diri di pantai saja. Serta kebekuan hati bagai air dan tanah yang tidur dan tidak bergerak.
Bahasa personifikasi juga di tampilkan pengarang pada rumah tua pada cerita, ada juga kelepak elang menyinggung muram, desir hari lari berenang, dan kini tanah dan air tidur hilang ombak dan sedu penghabisan bisa terdekap. Lewat kata tersebut chairil mencoba menghidupkan rumah tua yang seakan mampu becerita, dan menghidupkan juga kelepak elang yang mampu menyinggung perasaan orang yang sedang muram. Hari pun dikatakan penyair seakan berlari dan berenang menjauh hingga pengarang tidak bisa memutar balik waktu itu. Pengarang juga berusaha menidurkan tanah dan air sehingga merasa dalamlah kebekuan hati seseorang yang digambarkan. Semuanya ini menyebabkan hanya sendu yang bisa ia peluk bukan orangnya.
Sinekdok juga diciptakan pengarang, terlihat pada kata tiang yang sebenarnya pengarang mencobah menggambarkan rumah, kata kapal dan perahu yang berarti pelabuhan. Kalimat dan kini tanah dan air tidur hilang ombak pengarang juga mencoba menampilkan bahasa hiperbola karena melebih-lebihkan kebekuan hati sang gadis itu. Sebenarnya bahasa kiasan yang digunakan pengarang hanya bertujuan agar mampu menciptakan makna yang lebih mendalam pada pembaca.
Chairil biasanya orang yang tegar dan selalu optimis dalam segala hal dan seorang vhairil yang selalu memiliki semangat yang menggebu tetapi dalam puisi ini dia merasa pesimis karena cintanya sudah kandas. Jadi jelas tergambar puisi ini seakan-akan menjadi melankolis karena sajaknya berisi tentang ratapan dan kesedihan. Namun dengan emosi Chairil yang mampu menguasai puisi tersebut menghasilkan sebuah karya yang tampak tidak terlalu sendu.

1 komentar: